Sabtu, 28 April 2012

Konflik Nunu-Tavanjuka


KONFLIK NUNU-TAVANJUKA
Masalah konflik Kelurahan Nunu-Tavanjuka merupakan masalah yang penting karena konflik ini telah berlarut-larut yang terjadi dari dulu kala dan masih berlangsung sampai dengan sekarang. Konflik ini juga disebut sebagai konflik beruntun karena tidak ada habis-habisnya. Konflik ini merupakan masalah yang sangat penting untuk diselesaikan karena telah memakan banyak kerugian materil sampai memakan banyak korban jiwa. Di bulan ini saja masih terjadi konflik antar kedua desa tersebut.
Menurut berita di media massa Kamis, 5 April 2012, sekitar pukul 15.30 Waktu Indonesia Tengah bentrokan kembali terjadi. Ratusan warga dari dua kelurahan baku serang dengan berbagai macam senjata. Panah, parang, tombak, senjata api rakitan dan senapan angin ditenteng oleh kedua belah pihak. Moncongnya masih terus panas. Sebanyak 11 rumah warga di Kelurahan Boyaoge dan Kelurahan Nunu, Kecamatan Palu Barat dirusak dan dibakar. Amuk masih menyala.
Ratusan aparat gabungan dari pelbagai kesatuan, termasuk satuan tempur Brigade Mobil terjun ke lokasi membubarkan warga, menghentikan bentrokan. Satuan tempur TNI Angkatan Darat dari Batalyon Infanteri 711 Raksatama Palu juga terlibat. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Dewa Parsana, Kepala Kepolisian Resor Palu AKBP Ahmad Ramadhan, Komandan Kodim 1306 Donggala Letnal Kolonel (CZI) Rudi Wahjudiono terjun langsung di lapangan memegang komando. Namun bentrokan terus menyala juga. Kamis (5/4/2012) sekira pukul 10.30 Waktu Indonesia Tengah tadi juga, jenazah Ruflan, warga Tavanjuka, yang menjadi korban bentrokan pada Rabu (4/4/2012) sehari sebelumnya telah dimakamkan. Pada Rabu itu, sebanyak enam rumah dan dua unit sepeda motor dibakar.
Tindakan represif dari aparat sudah dilakukan. Salakan tembakan peringatan, lontaran gas air mata sudah dilepaskan. Tapi warga masih penuh amarah. Dari catatan yang ada diketahui konflik antarwarga ini sudah berlangsung sejak 1968. Namun tidak diketahui pasti apa pemicunya. Pada tahun-tahun 1990-an bentrokan juga memakan korban jiwa Pada Minggu (16/12/2007) tercatat lima rumah dan enam sepeda motor dibakar. Puluhan warga luka-luka, mulai dari luka ringan hingga luka berat. Mereka terkena panah, senjata api rakitan dan senapan angin.
Tiga tahun setelahnya, pada Jumat (23/12/2011) dinihari bentrokan antarwarga dua kelurahan itu kembali terjadi. Sebanyak enam warga dan seorang Polisi terluka. Ada pula warga yang kritis. Lalu pada Sabtu (7/1/2012) bentrokan kembali pecah. Satu warga tewas dan belasan lainnya terluka. Dua rumah warga dan dua unit sepeda motor juga terbakar. Amarah masih terus menyala setelah itu.
Sabtu (14/1/2012) ratusan senjata yang dipakai oleh kedua kelompok warga diserahkan kepada aparat keamanan.
Bentrokan sudah usai? Belum ternyata. Amarah masih terus menyala. Upaya-upaya perdamaian terus dilakukan. Difasilitasi Pemerintah Kota Palu dan sejumlah lembaga nonpemerintah juga kalangan kampus Universitas Tadulako, tapi ternyata amarah masih menyala. Wakil Walikota Palu H Rusdi Mastura patah arang. Ia marah. Warga sama sekali tidak menghargainya, sementara biasanya warga dari dua kelurahan ini kerap bertemu dirinya mengadukan banyak masalah mereka, termasuk bagaimana menyelesaikan konflik di antara mereka. Namun, justru mereka sendirilah yang selalu bertikai. Menurut Walikota yang populis itu, jika masalahnya adalah ketiadaan lapangan kerja, maka semuanya telah diantisipasi. Dalam waktu tidak terlalu lama, beberapa proyek padat karya akan diarahkan ke wilayah konflik ini. Tentu saja akan melibatkan tenaga kerja setempat. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Dewa Parsana punya cara lain. Ia menyarakan dibangunnya Forum Keamanan Desa atau Badan Keamanan Desa. Sebuah sistim keamanan lingkungan yang diperbarui dengan melibatkan Polisi, masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja dan pihak-pihak lain di suatu wilayah. Parsana berharap ini akan menjadi cikal bakal terciptanya keamanan dan ketertiban wilayah. Pengusaha kesohor di Palu, Sulawesi Tengah, anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Hasyim Hadado lalu menyahutinya dengan membangun sebuah pos sistim keamanan lingkungan yang diberinya nama Anuta, akronim dari Anak Nunu-Tavanjuka.
Sejatinya, semua upaya sudah dilakukan, namun bentrok demi bentrok masih saja terjadi. Semua pihak mesti duduk lagi satu meja dengan kepala dan hati dingin agar konflik ini tidak terwariskan.
Selain itu, salah satu alternatif solusi yang akan ditempuh pemerintah untuk menyelesaikan konflik warga yang selalu terjadi antara Nunu dan Tavanjuka adalah relokasi atau pemindahan tempat tinggal warga tavanjuka dari tempat domisilinya saat ini. “Ini masih sifatnya sebagai langkah-langkah alternatif yang akan ditempuh pemerintah untuk penyelesaian konflik antar warga Nunu-Tavanjuka,” ujar Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Setdakot Palu, Ansyar Sutiadi, sebelum rapat bersama Walikota Palu soal penyelesaian konflik warga di dua kelurahan yang saling bertetangga itu, di ruang kerjanya. Dalam paparan yang akan disampaikan dalam rapat tersebut menyebutkan, masalah-masalah yang harus menjadi perhatian guna meminimalisir konflik, adalah terkait peredaran minuman keras yang cukup marak sehingga menjadi salah satu dampak pemicu konflik. Untuk itu perlu mendapat perhatian dari aparat keamanan mengenai pengendalian miras di daerah tersebut. Selain itu, tingkat kesejahteraan atau pengangguran yang tinggi di daerah tersebut juga dituding menjadi akar masalah sosial yang mengarah pada eskalasi konflik yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Untuk itu, pemerintah baik pusat dan daerah harus meningkatkan kesejahteraan warga di sana, dengan menyediakan lapangan kerja dan kegiatan positif yang berdampak eknomis, sehingga harapannya warga tidak sempat lagi memupuk konflik baru yang merusak tatanan sosial yang telah terjaga selama ini. Informasi yang dihimpun media ini di kantor walikota, Bagian Tata Pemerintahan sepertinya sudah menyiapkan surat rekomendasi untuk relokasi warga korban konflik dua kelurahan berbeda kecamatan itu, sebagai langkah antisipatif agar tidak terjadi konflik baru di daerah yang telah digaris merah oleh Kapolda Sulteng itu sebagai daerah rawan konflik tersebut.
Kebijakan diatas pasti menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, baik keuntungan maupun kerugiannya pula. Keuntungannya adalah diharapkan pasti konflik akan terselesaikan dengan adanya kebijakan itu. Kebijakan tersebut antara lain dibangunnya Forum Keamanan Desa atau Badan Keamanan Desa. Sebuah sistim keamanan lingkungan yang diperbarui dengan melibatkan Polisi, masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja dan pihak-pihak lain di suatu wilayah. Parsana berharap ini akan menjadi cikal bakal terciptanya keamanan dan ketertiban wilayah. Dan juga diambil sebuah kebijakan oleh Walikota Palu yang ditinjau dari sector ekonomi, yakni memperluas lapangan pekerjaan untuk warga masyarakat daerah konflik, hal ini mungkin bisa menjadi faktor yang bisa menyelesaikan konflik karena dapat meningkatkan pendapatan warga, sehingga warga sudah tidak sibuk lagi melakukan konflik. Serta sebuah kebijakan alternatif yakni relokasi atau pemindahan tempat tinggal warga tavanjuka dari tempat domisilinya saat ini. Hal ini mungkin akan meminimalisir konflik.
Ada keuntungan, pasti ada kerugian. Begitu pula halnya juga dalam sebuah kebijakan, khususnya kebijakan konflik ini. Kerugian dari kebijakan ini yakni salah satunya pada kebijakan relokasi warga, kebijakan ini pasti sangat membutuhkan biaya cukup yang besar oleh pemerintah, disamping itu pasti tidak sedikit warga yang menolak akan kebijakan ini dengan berbagai macam pertimbangan.
Silang pendapat antar warga pasti ada pada kebijakan tersebut, dalam hal ini pada kebijakan relokasi warga. Kebijakan tersebut pasti mengundang kontroversi di kalangan masyarakat tersebut. Ada yang setuju, dan ada juga pasti yang tidak setuju. Apalagi masalah relokasi warga, pasti banyak warga asli menolak akan kebijakan itu, tetapi di sisi lain ada juga warga yang sepakat akan kebijakan tersebut dengan alasan mereka mencari keamanan dan ketentraman untuk hidup, dan menyelematkan diri jika kembali bentrok.















laporan mikrobiologi uji sanitasi lingkungan


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Faktor lingkungan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Hal ini juga mempengaruhi sifat morfologi dan sifat mikroba. Ada beberapa mikroba yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan adapula yang tidak. Mikroba yang sangat tahan terhadap lingkungan inilah yang dapat menyesuaikan diri. Adapun lingkungan yang baru sedangkan mikroba yang sangat peka atau tahan terhadap perubahan lingkungan inilah yang tidak dapat menyesuaikan diri.
Faktor lingkungan sangat penting dalam usaha pengendalian kegiatan mikroba baik untuk kepentingan proses maupun pengendalian. Kehadiran suatu mikroba di dalam suatu tempat dapat mempengaruhi lingkungan baik lingkungan fisik, lingkungan kimia maupun lingkungan biologisnya. Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang penting dalam suatu ekosistem. Untuk itu suatu pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi kehidupan antara komponen yang bersifat hidup (biotik) antar mikroorganisme, makanan dan manusia. Faktor-faktor tersebut antara lain suhu, pH, air, cahaya dan oksigen.
Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh setiap permukaan seperti tangan atau alat (wadah). Oleh karena itu sanitasi lingkungan sangat perlu untuk diperhatikan terutama yang akan bekerja dalam bidang mikrobiologi atau pengolahan produk makanan atau Industri.
Adapun kami melakukan praktikum ini karena praktikum ini bagian dari mata kuliah mikrobiologi (1 sks) yang harus kami ikuti untuk menunjang pengetahuan mata kuliah tersebut.





B.       Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menguji sanitasi lingkungan atau keberadaan mikroorganisme pada udara terbuka, lipatan tangan, mulut, kulit kepala, dan pada pemukaan kulit, serta mengetahui dan memahami  jenis-jenis mikroba yang tumbuh pada medium NA, PDA, dan MEA.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Udara di dalam suatu ruangan dapat merupakan sumber kontaminasi udara. Udara tidak mengandung mikroflora secara alami, akan tetapi kontaminasi dari lingkungan sekitar mengakibatkan udara mengandung berbagai mikroorganisme, misalnya debu, air, proses aerasi, dari penderita yang mengalami infeksi saluran pencernaan dan dari ruangan yang digunakan untuk fermentasi. Mikroorganisme yang terdapat dalam udara biasanya melekat pada bahan padat, misalnya debu atau terdapat dalam droplet air (Volk dan Whleer, 1984).
Udara mengandung campuran gas-gas yang sebagian besar terdiri dari Nitrogen (N2) 23%, Oksigen (O2) 21 % dan gas lainnya 1%. Selain gas juga terdapat debu, kapang, bakteri, khamir, virus dan lain-lain. Walaupun udara bukan medium yang baik untuk mikroba tetapi mikroba selalu terdapat di udara. Adanya mikroba disebabkan karena pengotoran udara oleh manusia, hewan, zat-zat organik dan debu. Jenis-jenis mikroba yang terdapat di udara terutama jenis Bacillus subtilis dapat membentuk spora yang tahan dalam keadaan kering (Pelczar, 1988).
Udara tidak mempunyai flora alami, karena organisme tidak dapat hidup dan tumbuh terapung begitu saja di udara. Flora mikroorganisme udara terdiri atas organisme yang terdapat sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap kegiatan manusia agaknya akan menimbulkan bakteri di udara. Jadi, walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme, kehadirannya hampir selalu dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara (Volk dan Whleer, 1984).
Jumlah mikroba yang terdapat di udara tergantung pada aktivitas lingkungan misalnya udara di atas padang pasir atau gunung kering, dimana aktivitas kehidupan relatif sedikit maka jumlah mikroba juga sedikit. Contoh lain udara di sekitar rumah, pemotongan hewan, kandang hewan ternak, tempat pembuangan sampah maka jumlah mikroba relatif banyak (Pelczar, 1988).
Mikroorganisme disemburkan ke udara dari saluran pernapasan sehingga organisme-organisme tersebut mendapat perhatian utama sebagai jasad penyebab penyakit melalui udara. Beberapa diantara infeksi bakteri biasa yang disebarkan oleh udara adalah infeksi streptococus tonsil dan tenggorokan, difteria, batuk rejam dan meningitis epidermik. Tuberculosis mempunyai arti penting dari segi transpor udara, karena mikroorganisme dapat hidup lama di luar tubuh. Organisme initahan terhadap kekeringan dan mungkin tetap bertahan berbulan-bulan dalam ludah kering dan pertikel debu (Volk dan Wheeler, 1984).
Flora mikroba yang terdapat di lingkungan alamiah merupakan penyebab banyak sekali proses biokimia, yang pada akhirnya memungkinkan kesinambungan kehidupan sebagaimana yang kita kenal dimuka bumi ini. Mikroorganisme misalnya merupakan penyebab terjadinya mineralisasi di dalam tanah dan perairan, yaitu proses pembebasan unsur-unsur dari senyawa-senyawa molekuler organik yang kompleks sehingga menjadi tersedia bagi kehidupan tanaman yang baru, yang pada gilirannya menunjang kehidupan hewan baru (Bonang, 1982).
Mikroorganisme yang sering terdapat pada kulit misalnya bakteri pembentuk spora dan staphilokoki, sedangkan pada rambut sering terdapat kapang. Suatu penelitian menunjukan bahwa manusia dapat mengeluarkan 10 sampai 106 organisme hidup setiap menit dimana jumlah dan jenisnya tergantung lingkungan di sekitarnya. Sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa bahan, diikuti dengan perlakuan sanitasi dengan menggunakan germisidal. Dalam pencucian menggunakan air, biasanya digunakan detergen untuk membantu pembersihan. Penggunaan detergen mempunyai beberapa keuntungan karena detergen dapat melunakan air, mengemulsikan lemak, melarutkan mineral dan komponen larut lainnya sebanyak mungkin. Detergen yang digunakan mencuci wadah dan alat tidak boleh bersifat korosit dan mudah dicuci dari permukaan. Proses sanitasi wadah dan alat ditujukan untuk membunuh sebagian besar atau semua mikroorganisme yang terdapat pada bagian permukaan. Sanitizer yang sering digunakan misalnya air panas, uap panas (Tim Dosen Mikrobiologi, 2012).
Keselamatan tiap-tiap makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan di sekitarnya, terutama mikroorganisme. Mikroorganisme tidak dapat menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya sama sekali tergantung kepada keadaan sekelilingnya (Dwidjoseputro, 1987).
Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misalnya bakteri termogenesis menimbulkan panas di dalam media tempat ia tumbuh. Bakteri dapat pula mengubah pH dari media tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan secara kimia (Lay, 1992).
























BAB III
METODOLOGI
A.      Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat  praktikum ini dilaksanakan yaitu sebagai berikut :
Hari/tanggal         : Rabu, 28 Maret 2012
Waktu                  : 13.15 - selesai WITA
Tempat                 : Laboratorium Mikrobiologi Dasar  FMIPA UNTAD

B.       Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu sebagai berikut:
1.    Alat

1.    Cawan petri
2.    Bunsen
3.    Inkubator
4.    Erlemeyer 250 ml
5.   Hand Sprayer
6.   Swap


2.    Bahan
1.   Medium Nutrient Agar (NA)
2.   Medium Potato Dextrose Agar (PDA)
3.   Medium Malt Ekstrak Agar (MEA)
4.   Alkohol  70 %
5.   Aluminium foil
6.   Plastik tahan panas
7.   Mulut
8.   Lipatan kulit (perinium)
9.     Udara dilingkungan laboratorium
10. Kulit permukaan tangan
11. Kulit kepala


C.      Prosedur Kerja
1.    Mensterilkan tangan dengan cara menyemprotkan alkohol sebelum mengambil cawan petri.
2.    Kemudian memanaskan larutan di atas api Bunsen untuk mencairkan medium yang telah memadat. Setelah medium mencair, menghentikan proses pemanasan.
3.    Membuka penutup Erlenmeyer (aluminium foil dan kapas penyumbat) dan memanasi tepi lubang Erlenmeyer, hal ini dimaksudkan untuk menghindari kontaminasi bakteri dari udara karena bagian tersebut akan dialiri medium. Dalam waktu yang bersamaan memanasi tepi cawan petri yang akan dibuka sebagai tempat menuang cairan atau medium dari erlenmeyer. Proses pemanasan tepi Erlenmeyer dilakukan dengan tangan kiri, sedangkan cawan petri dilakukan dengan tangan kanan.
4.    Menopang cawan petri dengan tiga jari (jari tengah, kelingking anak jari) menahan bagian belakang dengan jari telunjuk dan membuka penutup cawan petri (cukup sedikit terbuka) dengan ibu jari. Kemudian melakukan penuangan dibagian belakang api spiritus.
5.    Mendinginkan medium yang berada dalam cawan petri dengan keadaan tetap tertutup hingga semua medium membeku, sebelum dilakukan isolasi.

A.    Udara di Lingkungan Laboratorium
1.        Membuka cawan petri.
2.        Membiarkan cawan petri dalam keadaan terbuka untuk beberapa saat di dalam laboratorium.
3.        Menutup cawan petri.
4.        Membalikkan cawan petri, kemudian membungkusnya menggunakan kertas.
5.        Memberi label pada cawan petri.
6.        Menginkubasi cawan petri selama 2 x 24 jam.


B.     Lipatan Kulit (Perinium)
1.        Membuka cawan petri di dekat api Bunsen.
2.        Menggosokkan swap pada lipatan kulit.
3.        Menggoreskan swap pada cawan petri dengan metode zig-zag.
4.        Menutup cawan petri.
5.        Membalikkan cawan petri, kemudian membungkusnya menggunakan kertas.
6.        Memberi label pada cawan petri.
7.        Menginkubasi cawan petri selama 2 x 24 jam.

C.       Udara Mulut
1.      Membuka cawan petri.
2.      Menghembuskan nafas ke arah cawan petri.
3.      Menutup cawan petri.
4.      Membalikkan cawan petri, kemudian membungkusnya menggunakan kertas.
5.      Memberi label pada cawan petri.
6.      Menginkubasi cawan petri selama 2 x 24 jam.

D.    Kulit Kepala
1.        Membuka cawan petri.
2.        Menggosokkan swap pada kulit kepala.
3.        Menggoreskan swap pada cawan petri dengan metode zig-zag.
4.        Menutup cawan petri.
5.        Membalikkan cawan petri, kemudian membungkusnya menggunakan kertas.
6.        Memberi label pada cawan petri.
7.        Menginkubasi cawan petri selama 2 x 24 jam.




E.     Permukaan kulit
1.        Membuka cawan petri.
2.        Menggosokkan swap pada kulit permukaan tangan.
3.        Menggoreskan swap pada cawan petri dengan metode zig-zag.
4.        Menutup cawan petri.
5.        Membalikan cawan petri kemudian membungkusnya dengan menggunakan kertas.
6.        Member lebel pada cawa petri.
7.        Menginkubasi cawan petri selama 2 x 24 jam.





















BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil Pengamatan
Tabel 1. Uji sanitasi hari pertama (24 jam).
No
Sampel
Medium
Gambar
Jumlah mikroba
Warna mikroba
1.
Udara terbuka
PDA




1 koloni
Putih
NA




13 koloni
Putih susu
2.
Lipatan tangan
PDA




-
-
NA




2 koloni
Putih susu
MEA




-
-
3.
Mulut
NA




1 koloni
Putih susu
MEA




-
-
4.
Kulit kepala
NA




Tak terhingga
-
MEA





-
-
5.
Permukaan kulit
PDA





-
-
NA





1 koloni
Putih kecoklatan


Tabel 2. Uji sanisitas hari kedua (48 jam)
No
Sampel
Medium
Gambar
Jumlah mikroba
Warna mikroba
1.
Udara terbuka
PDA




1 koloni
putih
NA




27 koloni
Putih susu
2.
Lipatan tangan
PDA




-
-
NA




4 koloni
Putih susu
MEA




-
-
3.
Mulut
NA




1 koloni
Putih susu
MEA





2 koloni
-
4.
Kulit kepala
NA




Tak terhingga
-
MEA





4 koloni
-
5.
Permukaan kulit
PDA





-
-
NA





1 koloni
Putih kecokelatan


















B.       Pembahasan
Uji sanitasi lingkungan adalah pengujian atau metode yang digunakan untuk mengamati tingkat pertumbuhan mikroba yang ada pada sekitar lingkungan. Percobaan ini di lakukan dengan menggunakan beberapa sampel yaitu mikroba yang  di ambil pada udara bebas di dalam laboratorium, lipatan kulit manusia, kulit kepala, dan permukaan kulit.
Medium yang digunakan pada percobaan ini yaitu medium NA (Nutrient Agar), medium PDA (Potato Dextrose Agar) dan medium MEA (Malt Extract Agar).
Medium yang akan digunakan, sebelumnya dipanaskan dengan hotplate sekitar ± 15 menit untuk mengencerkan dan mensterilkan medium. Medium kemudian dituang kedalam cawan petri yang sebelumnya telah difiksasi, penuangan medium dilakukan dengan steril diatas nyala api bunsen dan tidak boleh banyak bicara untuk menghindari masuknya mikroba mulut dan mikroba dari udara disekitarnya. Medium kemudian dibiarkan hingga padat agar tidak rusak ketika digunakan untuk menguji sanitasi lingkungan.
Cawan petri yang berisi medium dan sampel lingkungan itu kemudian dibalik dengan tujuan agar uap air yang dihasilkan dari aktivitas mikroba tidak menutupi cawan petri bagian atas sehingga kita mudah mengamati mikroba tersebut, kemudian dibungkus dengan kertas lalu disimpan kedalam incubator dengan suhu 30oC dan diamati selama 2 hari setiap 24 jam.
Uji  mikroba pada udara lingkungan laboratorium, pada medium PDA mempunyai jumlah koloni 1 yang berwarna putih. Pada medium NA memiliki bentuk koloni yaitu coccus dan bacillus yang koloninya berjumlah 13  dan berwarna putih susu. Pada hari kedua jumlah mikroba pada masing-masing medium yaitu untuk medium PDA sebanyak 1 koloni dan medium NA sebanyak 27 koloni dimana terjadi peningkatan jumlah mikroba hal ini menandakan bahwa pada medium tersebut terdapat nutrisi yang merupakan makanan dari mikroba.


Perlakuan selanjutnya yaitu uji mikroba pada lipatan tangan. Isolasi mikroorganisme pada hari pertama untuk medium PDA yaitu tidak ada. Untuk medium NA berwarna putih susu dan memiliki jumlah koloni 2. Bentuk koloni coccus dan bacillus. Sedangkan untuk medium MEA tidak ditumbuhi oleh mikroba. Sedangkan pada hari ke dua, untuk medium PDA dan MEA sama sekali tidak ditumbuhi oleh mikroba. Medium NA mengalami peningkatan jumlah koloni menjadi 4 koloni. Hal ini menandakan bahwa mikroba fungi (kapang dan khamir) tidak terdapat pada sampel lipatan tangan yang digunakan atau bisa saja mediumnya yang kurang baik (tidak normal) sehingga tidak ada mikroba yang tumbuh, bisa juga karena kesalahan yang terjadi selama proses kegiatan (tidak sesuai prosedur).
Untuk uji mikroba pada mulut dilakukan dengan meniupkan udara dari mulut pada cawan petri yang telah dituangkan medium, baik medium NA, maupun medium MEA. Hal ini bertujuan untuk mengetahui mikroba yang terdapat didalam mulut. Setelah itu, medium disimpan di dalam inkubator pada suhu 30oC dan akan diamati selama 2 hari. Isolasi mikroorganisme pada hari pertama  (1 x 24 jam) untuk medium NA dan MEA, pada hari pertama untuk medium NA belum ditumbuhi oleh mikroba, sedangkan untuk medium MEA ditumbuhi mikroba sebanyak 1 koloni berwarna putih susu. Sedangkan pada hari ke-2 mengalami peningkatan jumlah mikroba, pada medium NA  ditumbuhi oleh satu mikroba saja yang berjenis bakteri, dan pada medium MEA jumlah mikroba bertambah menjadi 2 koloni.
Selanjutnya, dilakukan uji mikroba pada kulit kepala. Untuk medium MEA jumlah koloninya tidak ada, Hal ini menandakan bahwa mikroba khamir tidak terdapat di permukaan kulit kepala, atau bisa saja mediumnya yang kurang baik (tidak normal) sehingga tidak ada mikroba yang tumbuh, bisa juga karena kesalahan yang terjadi selama proses kegiatan (tidak sesuai prosedur). Pada medium NA ditumbuhi mikroba berjumlah tak terhingga yang warna dan bentuknya belum jelas. Sedangkan untuk hari ke dua, jumlah mikroba pada medium MEA ditumuhi oleh mikroba sebanyak 4 koloni sedangkan pada medium NA masih tetap seperti pada hari pertama, hal ini menandakan bahwa pada medium ini terdapat banyak nutrisi dan dapat disimpulkan bahwa mikroba yang paling banyak terdapat yaitu pada kulit kepala yaitu pada medium NA (Nutrien Agar).
Selanjutnya dilakukan uji mikroba pada permukaan kulit. Medium yang digunakan sebagai tempat pengembang biakkan adalah PDA, NA. Kedua medium ini dituangkan ke dalam cawan petri. Setelah itu mengoleskan swap pada permukaan kulit. Setelah itu, melakukan penggoresan dengan cara gerakan zig-zag pada permukaan masing-masing medium.
Hari pertama, pada medium PDA belum ditumbuhi oleh mikroba. Pada medium NA jumlah koloni mikroba adalah 1 koloni. Pada cawan petri, terlihat mikroba berfilamen. Mikroba tersebut berwarna putih kecokelatan dan bagian pinggirnya bergerigi. Pada hari kedua, pada medium PDA juga tidak ditumbuhi mikrob sama sekali. Pada medium NA, jumlah koloni mikroba tetap seperti pada hari pertama. Hal ini menandakan tidak terjadi pertumbuhan mikroba pada medium dikarenakan mikoba kekurangan nutrisi.
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain faktor nuktrisi juga dipengaruhi oleh faktor suhu. Berdasarkan kisaran suhunya, bakteri diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, salah satunya yaitu kelompok bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15° – 55 °C, dengan suhu optimum 25° – 40 °C. Bakteri-bakteri yang kami uji dalam percobaan ini tergolong dalam kelompok ini. Sedangkan untuk pertumbuhan kapang, suhu yang diperlukan berkisar 16­° - 28 °C, dengan suhu optimum 20° – 25 °C. Untuk kapang memiliki suhu pertumbuhan optimal yaitu 25°– 30 °C, dengan suhu maksimal 35° – 47 °C. Selain suhu pertumbuhan miroba dipengaruhi juga oleh pH (keasaman). Bakteri dapat tumbuh baik pada medium yang memiliki pH sekitar 7,2-7,6 karena pada kadar pH tersebut banyak mengandung protein. Sedangkan fungi (kapang dan khamir) lebih menyukai suasana asam pH 5,2-5,8 karena pada kadar pH yang asam banyak terdapat karbohidrat yang cukup sebagai sumber makanannya.


BAB V
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut:
1.    Uji sanitasi lingkungan adalah pengujian atau metode yang digunakan untuk mengamati tingkat pertumbuhan yang ada pada sekitar lingkungan.
2.    Jenis mikroba yang tumbuh pada NA yaitu bakteri yang bentuknya coccus dan bacillus yang berwarna putih susu dan putih kecokelataan. Dimana jumlah koloni bakterinya semakin bertambah. Sedangkan pada PDA yang tumbuh adalah kapang yang berwarna putih, bentuk morfologinya bulat dan memanjang serta terdapat hifa. Dimana jumlah koloninya semakin bertambah. Dan pada MEA terdapat mikroba jenis khamir yang jumlahnya semakin bertambah dan warnanya tidak jelas .
3.    Faktor lingkungan sangat penting dalam usaha pengendalian kegiatan mikroba baik untuk kepentingan proses maupun pengendalian.

B.       Saran
Pada percobaan ini saya menyarankan agar pada praktikum selanjutnya praktikan didampingi saat mengamati mikroba yang tumbuh.


DAFTAR PUSTAKA
Bonang, 1982, Biologi Dasar, Erlangga, Jakarta.

Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Malang.

Lay, Bibiana, W., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Tim Dosen Mikrobiologi, 2012, Penuntun Praktikum Mikrobiologi, Universitas Tadulako, Palu.

Pelczar, 1988, Biology for university, Addison Wesley, Massachustes.

Volk, Wesley, A., Margaret F. Whleer, 1998, Mikrobiologi Dasar, Erlangga, Jakarta.