KONFLIK NUNU-TAVANJUKA
Masalah
konflik Kelurahan Nunu-Tavanjuka merupakan masalah yang penting karena konflik
ini telah berlarut-larut yang terjadi dari dulu kala dan masih berlangsung
sampai dengan sekarang. Konflik ini juga disebut sebagai konflik beruntun
karena tidak ada habis-habisnya. Konflik ini merupakan masalah yang sangat
penting untuk diselesaikan karena telah memakan banyak kerugian materil sampai
memakan banyak korban jiwa. Di bulan ini saja masih terjadi konflik antar kedua
desa tersebut.
Menurut
berita di media massa Kamis, 5 April 2012, sekitar pukul 15.30 Waktu Indonesia
Tengah bentrokan kembali terjadi. Ratusan warga dari dua kelurahan baku serang
dengan berbagai macam senjata. Panah, parang, tombak, senjata api rakitan dan
senapan angin ditenteng oleh kedua belah pihak. Moncongnya masih terus panas.
Sebanyak 11 rumah warga di Kelurahan Boyaoge dan Kelurahan Nunu, Kecamatan Palu
Barat dirusak dan dibakar. Amuk masih menyala.
Ratusan aparat gabungan dari pelbagai kesatuan, termasuk satuan tempur Brigade Mobil terjun ke lokasi membubarkan warga, menghentikan bentrokan. Satuan tempur TNI Angkatan Darat dari Batalyon Infanteri 711 Raksatama Palu juga terlibat. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Dewa Parsana, Kepala Kepolisian Resor Palu AKBP Ahmad Ramadhan, Komandan Kodim 1306 Donggala Letnal Kolonel (CZI) Rudi Wahjudiono terjun langsung di lapangan memegang komando. Namun bentrokan terus menyala juga. Kamis (5/4/2012) sekira pukul 10.30 Waktu Indonesia Tengah tadi juga, jenazah Ruflan, warga Tavanjuka, yang menjadi korban bentrokan pada Rabu (4/4/2012) sehari sebelumnya telah dimakamkan. Pada Rabu itu, sebanyak enam rumah dan dua unit sepeda motor dibakar.
Ratusan aparat gabungan dari pelbagai kesatuan, termasuk satuan tempur Brigade Mobil terjun ke lokasi membubarkan warga, menghentikan bentrokan. Satuan tempur TNI Angkatan Darat dari Batalyon Infanteri 711 Raksatama Palu juga terlibat. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Dewa Parsana, Kepala Kepolisian Resor Palu AKBP Ahmad Ramadhan, Komandan Kodim 1306 Donggala Letnal Kolonel (CZI) Rudi Wahjudiono terjun langsung di lapangan memegang komando. Namun bentrokan terus menyala juga. Kamis (5/4/2012) sekira pukul 10.30 Waktu Indonesia Tengah tadi juga, jenazah Ruflan, warga Tavanjuka, yang menjadi korban bentrokan pada Rabu (4/4/2012) sehari sebelumnya telah dimakamkan. Pada Rabu itu, sebanyak enam rumah dan dua unit sepeda motor dibakar.
Tindakan
represif dari aparat sudah dilakukan. Salakan tembakan peringatan, lontaran gas
air mata sudah dilepaskan. Tapi warga masih penuh amarah. Dari catatan yang ada
diketahui konflik antarwarga ini sudah berlangsung sejak 1968. Namun tidak
diketahui pasti apa pemicunya. Pada tahun-tahun 1990-an bentrokan juga memakan
korban jiwa Pada Minggu (16/12/2007) tercatat lima rumah dan enam sepeda motor
dibakar. Puluhan warga luka-luka, mulai dari luka ringan hingga luka berat.
Mereka terkena panah, senjata api rakitan dan senapan angin.
Tiga tahun setelahnya, pada Jumat (23/12/2011) dinihari bentrokan antarwarga dua kelurahan itu kembali terjadi. Sebanyak enam warga dan seorang Polisi terluka. Ada pula warga yang kritis. Lalu pada Sabtu (7/1/2012) bentrokan kembali pecah. Satu warga tewas dan belasan lainnya terluka. Dua rumah warga dan dua unit sepeda motor juga terbakar. Amarah masih terus menyala setelah itu.
Sabtu (14/1/2012) ratusan senjata yang dipakai oleh kedua kelompok warga diserahkan kepada aparat keamanan.
Tiga tahun setelahnya, pada Jumat (23/12/2011) dinihari bentrokan antarwarga dua kelurahan itu kembali terjadi. Sebanyak enam warga dan seorang Polisi terluka. Ada pula warga yang kritis. Lalu pada Sabtu (7/1/2012) bentrokan kembali pecah. Satu warga tewas dan belasan lainnya terluka. Dua rumah warga dan dua unit sepeda motor juga terbakar. Amarah masih terus menyala setelah itu.
Sabtu (14/1/2012) ratusan senjata yang dipakai oleh kedua kelompok warga diserahkan kepada aparat keamanan.
Bentrokan
sudah usai? Belum ternyata. Amarah masih terus menyala. Upaya-upaya perdamaian
terus dilakukan. Difasilitasi Pemerintah Kota Palu dan sejumlah lembaga
nonpemerintah juga kalangan kampus Universitas Tadulako, tapi ternyata amarah
masih menyala. Wakil Walikota Palu H Rusdi Mastura patah arang. Ia marah. Warga
sama sekali tidak menghargainya, sementara biasanya warga dari dua kelurahan
ini kerap bertemu dirinya mengadukan banyak masalah mereka, termasuk bagaimana
menyelesaikan konflik di antara mereka. Namun, justru mereka sendirilah yang
selalu bertikai. Menurut Walikota yang populis itu, jika masalahnya adalah
ketiadaan lapangan kerja, maka semuanya telah diantisipasi. Dalam waktu tidak
terlalu lama, beberapa proyek padat karya akan diarahkan ke wilayah konflik
ini. Tentu saja akan melibatkan tenaga kerja setempat. Kepala Kepolisian Daerah
Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Dewa Parsana punya cara lain. Ia menyarakan
dibangunnya Forum Keamanan Desa atau Badan Keamanan Desa. Sebuah sistim
keamanan lingkungan yang diperbarui dengan melibatkan Polisi, masyarakat,
Satuan Polisi Pamong Praja dan pihak-pihak lain di suatu wilayah. Parsana
berharap ini akan menjadi cikal bakal terciptanya keamanan dan ketertiban
wilayah. Pengusaha kesohor di Palu, Sulawesi Tengah, anggota Kamar Dagang dan
Industri (KADIN) Indonesia Hasyim Hadado lalu menyahutinya dengan membangun
sebuah pos sistim keamanan lingkungan yang diberinya nama Anuta, akronim dari
Anak Nunu-Tavanjuka.
Sejatinya, semua upaya sudah dilakukan, namun bentrok demi bentrok masih saja terjadi. Semua pihak mesti duduk lagi satu meja dengan kepala dan hati dingin agar konflik ini tidak terwariskan.
Sejatinya, semua upaya sudah dilakukan, namun bentrok demi bentrok masih saja terjadi. Semua pihak mesti duduk lagi satu meja dengan kepala dan hati dingin agar konflik ini tidak terwariskan.
Selain
itu, salah satu alternatif solusi yang akan ditempuh pemerintah untuk
menyelesaikan konflik warga yang selalu terjadi antara Nunu dan Tavanjuka
adalah relokasi atau pemindahan tempat tinggal warga tavanjuka dari tempat
domisilinya saat ini. “Ini masih sifatnya sebagai langkah-langkah alternatif
yang akan ditempuh pemerintah untuk penyelesaian konflik antar warga
Nunu-Tavanjuka,” ujar Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Setdakot Palu,
Ansyar Sutiadi, sebelum rapat bersama Walikota Palu soal penyelesaian konflik
warga di dua kelurahan yang saling bertetangga itu, di ruang kerjanya. Dalam
paparan yang akan disampaikan dalam rapat tersebut menyebutkan, masalah-masalah
yang harus menjadi perhatian guna meminimalisir konflik, adalah terkait
peredaran minuman keras yang cukup marak sehingga menjadi salah satu dampak
pemicu konflik. Untuk itu perlu mendapat perhatian dari aparat keamanan
mengenai pengendalian miras di daerah tersebut. Selain itu, tingkat
kesejahteraan atau pengangguran yang tinggi di daerah tersebut juga dituding
menjadi akar masalah sosial yang mengarah pada eskalasi konflik yang terus
berkembang dari tahun ke tahun. Untuk itu, pemerintah baik pusat dan daerah
harus meningkatkan kesejahteraan warga di sana, dengan menyediakan lapangan
kerja dan kegiatan positif yang berdampak eknomis, sehingga harapannya warga
tidak sempat lagi memupuk konflik baru yang merusak tatanan sosial yang telah
terjaga selama ini. Informasi yang dihimpun media ini di kantor walikota,
Bagian Tata Pemerintahan sepertinya sudah menyiapkan surat rekomendasi untuk
relokasi warga korban konflik dua kelurahan berbeda kecamatan itu, sebagai
langkah antisipatif agar tidak terjadi konflik baru di daerah yang telah
digaris merah oleh Kapolda Sulteng itu sebagai daerah rawan konflik tersebut.
Kebijakan
diatas pasti menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, baik keuntungan
maupun kerugiannya pula. Keuntungannya adalah diharapkan pasti konflik akan terselesaikan
dengan adanya kebijakan itu. Kebijakan tersebut antara lain dibangunnya Forum
Keamanan Desa atau Badan Keamanan Desa. Sebuah sistim keamanan lingkungan yang
diperbarui dengan melibatkan Polisi, masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja dan
pihak-pihak lain di suatu wilayah. Parsana berharap ini akan menjadi cikal
bakal terciptanya keamanan dan ketertiban wilayah. Dan juga diambil sebuah
kebijakan oleh Walikota Palu yang ditinjau dari sector ekonomi, yakni
memperluas lapangan pekerjaan untuk warga masyarakat daerah konflik, hal ini
mungkin bisa menjadi faktor yang bisa menyelesaikan konflik karena dapat
meningkatkan pendapatan warga, sehingga warga sudah tidak sibuk lagi melakukan
konflik. Serta sebuah kebijakan alternatif yakni relokasi atau pemindahan tempat
tinggal warga tavanjuka dari tempat domisilinya saat ini. Hal ini mungkin akan
meminimalisir konflik.
Ada
keuntungan, pasti ada kerugian. Begitu pula halnya juga dalam sebuah kebijakan,
khususnya kebijakan konflik ini. Kerugian dari kebijakan ini yakni salah
satunya pada kebijakan relokasi warga, kebijakan ini pasti sangat membutuhkan
biaya cukup yang besar oleh pemerintah, disamping itu pasti tidak sedikit warga
yang menolak akan kebijakan ini dengan berbagai macam pertimbangan.
Silang
pendapat antar warga pasti ada pada kebijakan tersebut, dalam hal ini pada
kebijakan relokasi warga. Kebijakan tersebut pasti mengundang kontroversi di
kalangan masyarakat tersebut. Ada yang setuju, dan ada juga pasti yang tidak
setuju. Apalagi masalah relokasi warga, pasti banyak warga asli menolak akan
kebijakan itu, tetapi di sisi lain ada juga warga yang sepakat akan kebijakan
tersebut dengan alasan mereka mencari keamanan dan ketentraman untuk hidup, dan
menyelematkan diri jika kembali bentrok.