BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Faktor lingkungan mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme. Hal ini juga mempengaruhi sifat morfologi dan sifat mikroba.
Ada beberapa mikroba yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan adapula
yang tidak. Mikroba yang sangat tahan terhadap lingkungan inilah yang dapat
menyesuaikan diri. Adapun lingkungan yang baru sedangkan mikroba yang sangat
peka atau tahan terhadap perubahan lingkungan inilah yang tidak dapat
menyesuaikan diri.
Faktor lingkungan sangat penting dalam usaha
pengendalian kegiatan mikroba baik untuk kepentingan proses maupun
pengendalian. Kehadiran suatu mikroba di dalam suatu tempat dapat mempengaruhi
lingkungan baik lingkungan fisik, lingkungan kimia maupun lingkungan biologisnya.
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang
penting dalam suatu ekosistem. Untuk itu suatu pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi kehidupan antara komponen yang
bersifat hidup (biotik) antar mikroorganisme, makanan dan manusia.
Faktor-faktor tersebut antara lain suhu, pH, air, cahaya dan oksigen.
Kontaminasi
oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh setiap permukaan
seperti tangan atau alat (wadah). Oleh karena itu sanitasi lingkungan sangat
perlu untuk diperhatikan terutama yang akan bekerja dalam bidang mikrobiologi
atau pengolahan produk makanan atau Industri.
Adapun kami melakukan praktikum ini karena praktikum ini
bagian dari mata kuliah mikrobiologi (1 sks) yang harus kami ikuti untuk
menunjang pengetahuan mata kuliah tersebut.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menguji
sanitasi lingkungan atau keberadaan mikroorganisme pada udara terbuka, lipatan
tangan, mulut, kulit kepala, dan pada pemukaan kulit, serta mengetahui dan
memahami jenis-jenis mikroba yang tumbuh
pada medium NA, PDA, dan MEA.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Udara di dalam suatu ruangan dapat merupakan sumber
kontaminasi udara. Udara tidak mengandung mikroflora secara alami, akan tetapi
kontaminasi dari lingkungan sekitar mengakibatkan udara mengandung berbagai
mikroorganisme, misalnya debu, air, proses aerasi, dari penderita yang
mengalami infeksi saluran pencernaan dan dari ruangan yang digunakan untuk
fermentasi. Mikroorganisme yang terdapat dalam udara biasanya melekat pada
bahan padat, misalnya debu atau terdapat dalam droplet air (Volk dan Whleer,
1984).
Udara mengandung
campuran gas-gas yang sebagian besar terdiri dari Nitrogen (N2) 23%, Oksigen
(O2) 21 % dan gas lainnya 1%. Selain gas juga terdapat debu, kapang, bakteri,
khamir, virus dan lain-lain. Walaupun udara bukan medium yang baik untuk
mikroba tetapi mikroba selalu terdapat di udara. Adanya mikroba disebabkan
karena pengotoran udara oleh manusia, hewan, zat-zat organik dan debu. Jenis-jenis
mikroba yang terdapat di udara terutama jenis Bacillus subtilis dapat membentuk
spora yang tahan dalam keadaan kering (Pelczar, 1988).
Udara tidak mempunyai
flora alami, karena organisme tidak dapat hidup dan tumbuh terapung begitu saja
di udara. Flora mikroorganisme udara terdiri atas organisme yang terdapat
sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap
kegiatan manusia agaknya akan menimbulkan bakteri di udara. Jadi, walaupun
udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme, kehadirannya hampir selalu
dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara (Volk dan Whleer, 1984).
Jumlah mikroba yang
terdapat di udara tergantung pada aktivitas lingkungan misalnya udara di atas
padang pasir atau gunung kering, dimana aktivitas kehidupan relatif sedikit
maka jumlah mikroba juga sedikit. Contoh lain udara di sekitar rumah,
pemotongan hewan, kandang hewan ternak, tempat pembuangan sampah maka jumlah
mikroba relatif banyak (Pelczar, 1988).
Mikroorganisme disemburkan ke udara dari saluran pernapasan
sehingga organisme-organisme tersebut mendapat perhatian utama sebagai jasad
penyebab penyakit melalui udara. Beberapa diantara infeksi bakteri biasa yang
disebarkan oleh udara adalah infeksi streptococus tonsil dan tenggorokan,
difteria, batuk rejam dan meningitis epidermik. Tuberculosis mempunyai arti
penting dari segi transpor udara, karena mikroorganisme dapat hidup lama di
luar tubuh. Organisme initahan terhadap kekeringan dan mungkin tetap bertahan
berbulan-bulan dalam ludah kering dan pertikel debu (Volk dan Wheeler, 1984).
Flora mikroba yang
terdapat di lingkungan alamiah merupakan penyebab banyak sekali proses
biokimia, yang pada akhirnya memungkinkan kesinambungan kehidupan sebagaimana
yang kita kenal dimuka bumi ini. Mikroorganisme misalnya merupakan penyebab
terjadinya mineralisasi di dalam tanah dan perairan, yaitu proses pembebasan
unsur-unsur dari senyawa-senyawa molekuler organik yang kompleks sehingga
menjadi tersedia bagi kehidupan tanaman yang baru, yang pada gilirannya
menunjang kehidupan hewan baru (Bonang, 1982).
Mikroorganisme yang
sering terdapat pada kulit misalnya bakteri pembentuk spora dan staphilokoki,
sedangkan pada rambut sering terdapat kapang. Suatu penelitian menunjukan bahwa
manusia dapat mengeluarkan 10 sampai 106 organisme hidup setiap
menit dimana jumlah dan jenisnya tergantung lingkungan di sekitarnya. Sanitasi
yang dilakukan terhadap wadah dan alat meliputi pencucian untuk menghilangkan
kotoran dan sisa-sisa bahan, diikuti dengan perlakuan sanitasi dengan
menggunakan germisidal. Dalam pencucian menggunakan air, biasanya digunakan
detergen untuk membantu pembersihan. Penggunaan detergen mempunyai beberapa
keuntungan karena detergen dapat melunakan air, mengemulsikan lemak, melarutkan
mineral dan komponen larut lainnya sebanyak mungkin. Detergen yang digunakan
mencuci wadah dan alat tidak boleh bersifat korosit dan mudah dicuci dari
permukaan. Proses sanitasi wadah dan alat ditujukan untuk membunuh sebagian
besar atau semua mikroorganisme yang terdapat pada bagian permukaan. Sanitizer
yang sering digunakan misalnya air panas, uap panas (Tim Dosen Mikrobiologi,
2012).
Keselamatan tiap-tiap makhluk hidup
sangat tergantung pada keadaan di sekitarnya, terutama mikroorganisme.
Mikroorganisme tidak dapat menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga
hidupnya sama sekali tergantung kepada keadaan sekelilingnya (Dwidjoseputro,
1987).
Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misalnya bakteri
termogenesis menimbulkan panas di dalam media tempat ia tumbuh. Bakteri dapat
pula mengubah pH dari media tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan
secara kimia (Lay, 1992).
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat praktikum ini dilaksanakan yaitu sebagai
berikut :
Hari/tanggal : Rabu,
28 Maret 2012
Waktu : 13.15 - selesai WITA
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi Dasar FMIPA
UNTAD
B.
Alat
dan Bahan
Adapun alat dan
bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu sebagai berikut:
1. Alat
1.
Cawan petri
2.
Bunsen
3.
Inkubator
4.
Erlemeyer 250 ml
5. Hand
Sprayer
6. Swap
2. Bahan
1.
Medium Nutrient Agar (NA)
2.
Medium Potato Dextrose Agar (PDA)
3.
Medium Malt Ekstrak Agar (MEA)
4.
Alkohol
70 %
5.
Aluminium foil
6.
Plastik tahan panas
7.
Mulut
8.
Lipatan
kulit (perinium)
9.
Udara
dilingkungan laboratorium
10. Kulit
permukaan tangan
11. Kulit kepala
C. Prosedur Kerja
1. Mensterilkan
tangan dengan cara menyemprotkan alkohol sebelum mengambil cawan petri.
2. Kemudian
memanaskan larutan di atas api Bunsen untuk mencairkan medium yang telah
memadat. Setelah medium mencair, menghentikan proses pemanasan.
3.
Membuka penutup Erlenmeyer (aluminium
foil dan kapas penyumbat) dan memanasi tepi lubang Erlenmeyer, hal ini dimaksudkan untuk
menghindari kontaminasi bakteri dari udara karena bagian tersebut akan dialiri
medium. Dalam waktu yang bersamaan memanasi tepi cawan petri yang akan dibuka
sebagai tempat menuang cairan atau medium
dari erlenmeyer. Proses pemanasan tepi Erlenmeyer dilakukan dengan tangan kiri,
sedangkan cawan petri dilakukan dengan tangan kanan.
4.
Menopang cawan petri dengan tiga jari
(jari tengah, kelingking anak jari) menahan bagian belakang dengan jari
telunjuk dan membuka penutup cawan petri (cukup sedikit terbuka) dengan ibu
jari. Kemudian melakukan penuangan dibagian belakang api spiritus.
5.
Mendinginkan medium yang berada dalam
cawan petri dengan keadaan tetap tertutup hingga semua medium membeku, sebelum dilakukan isolasi.
A. Udara
di Lingkungan Laboratorium
1.
Membuka cawan petri.
2.
Membiarkan cawan petri dalam keadaan terbuka untuk beberapa saat di dalam laboratorium.
3.
Menutup cawan petri.
4.
Membalikkan cawan petri, kemudian membungkusnya
menggunakan kertas.
5.
Memberi label pada cawan petri.
6.
Menginkubasi cawan petri selama 2 x 24
jam.
B.
Lipatan Kulit (Perinium)
1.
Membuka cawan petri di dekat api Bunsen.
2.
Menggosokkan swap pada lipatan kulit.
3.
Menggoreskan swap pada cawan petri dengan
metode zig-zag.
4.
Menutup cawan petri.
5.
Membalikkan cawan petri, kemudian
membungkusnya menggunakan kertas.
6.
Memberi label pada cawan petri.
7.
Menginkubasi cawan petri selama 2 x 24
jam.
C. Udara Mulut
1.
Membuka cawan petri.
2.
Menghembuskan nafas ke arah cawan petri.
3.
Menutup cawan petri.
4.
Membalikkan cawan petri, kemudian
membungkusnya menggunakan kertas.
5.
Memberi label pada cawan petri.
6.
Menginkubasi cawan petri selama 2 x 24
jam.
D.
Kulit Kepala
1.
Membuka cawan petri.
2.
Menggosokkan swap pada kulit kepala.
3.
Menggoreskan swap pada cawan petri
dengan metode zig-zag.
4.
Menutup cawan petri.
5.
Membalikkan cawan petri, kemudian
membungkusnya menggunakan kertas.
6.
Memberi label pada cawan petri.
7.
Menginkubasi cawan petri selama 2 x 24
jam.
E.
Permukaan
kulit
1.
Membuka cawan petri.
2.
Menggosokkan swap pada kulit permukaan
tangan.
3.
Menggoreskan swap pada cawan petri
dengan metode zig-zag.
4.
Menutup cawan petri.
5.
Membalikan cawan petri kemudian
membungkusnya dengan menggunakan kertas.
6.
Member lebel pada cawa petri.
7.
Menginkubasi cawan petri selama 2 x 24
jam.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Uji sanitasi hari pertama
(24 jam).
No
|
Sampel
|
Medium
|
Gambar
|
Jumlah mikroba
|
Warna mikroba
|
1.
|
Udara terbuka
|
PDA
|
|
1 koloni
|
Putih
|
NA
|
|
13 koloni
|
Putih susu
|
||
2.
|
Lipatan tangan
|
PDA
|
|
-
|
-
|
NA
|
|
2 koloni
|
Putih susu
|
||
MEA
|
|
-
|
-
|
||
3.
|
Mulut
|
NA
|
|
1 koloni
|
Putih susu
|
MEA
|
|
-
|
-
|
||
4.
|
Kulit kepala
|
NA
|
|
Tak terhingga
|
-
|
MEA
|
|
-
|
-
|
||
5.
|
Permukaan kulit
|
PDA
|
|
-
|
-
|
NA
|
|
1 koloni
|
Putih kecoklatan
|
Tabel 2. Uji sanisitas
hari kedua (48 jam)
No
|
Sampel
|
Medium
|
Gambar
|
Jumlah mikroba
|
Warna mikroba
|
1.
|
Udara terbuka
|
PDA
|
|
1
koloni
|
putih
|
NA
|
|
27
koloni
|
Putih
susu
|
||
2.
|
Lipatan tangan
|
PDA
|
|
-
|
-
|
NA
|
|
4
koloni
|
Putih
susu
|
||
MEA
|
|
-
|
-
|
||
3.
|
Mulut
|
NA
|
|
1
koloni
|
Putih
susu
|
MEA
|
|
2
koloni
|
-
|
||
4.
|
Kulit kepala
|
NA
|
|
Tak
terhingga
|
-
|
MEA
|
|
4
koloni
|
-
|
||
5.
|
Permukaan kulit
|
PDA
|
|
-
|
-
|
NA
|
|
1
koloni
|
Putih
kecokelatan
|
B.
Pembahasan
Uji sanitasi
lingkungan adalah pengujian atau metode yang digunakan untuk mengamati tingkat
pertumbuhan mikroba yang ada pada sekitar lingkungan. Percobaan ini di lakukan dengan
menggunakan beberapa sampel yaitu mikroba yang
di ambil pada udara bebas di dalam laboratorium, lipatan kulit manusia,
kulit kepala, dan permukaan kulit.
Medium
yang digunakan pada percobaan ini yaitu medium NA (Nutrient Agar), medium PDA (Potato Dextrose Agar) dan medium MEA (Malt
Extract Agar).
Medium yang akan digunakan,
sebelumnya dipanaskan dengan hotplate sekitar ± 15 menit untuk mengencerkan dan
mensterilkan medium. Medium kemudian dituang kedalam cawan petri yang
sebelumnya telah difiksasi, penuangan medium dilakukan dengan steril diatas
nyala api bunsen dan tidak boleh banyak bicara untuk menghindari masuknya
mikroba mulut dan mikroba dari udara disekitarnya. Medium kemudian dibiarkan
hingga padat agar tidak rusak ketika digunakan untuk menguji sanitasi
lingkungan.
Cawan petri yang
berisi medium dan sampel lingkungan itu kemudian dibalik dengan tujuan agar uap air yang
dihasilkan dari aktivitas mikroba tidak menutupi cawan petri bagian atas
sehingga kita mudah mengamati mikroba tersebut, kemudian dibungkus dengan
kertas lalu disimpan kedalam incubator dengan suhu 30oC dan diamati
selama 2 hari setiap 24 jam.
Uji mikroba pada udara lingkungan laboratorium,
pada medium PDA mempunyai jumlah koloni 1 yang berwarna putih. Pada medium NA memiliki bentuk
koloni yaitu coccus dan bacillus yang koloninya berjumlah 13
dan berwarna
putih
susu. Pada hari kedua
jumlah mikroba pada masing-masing medium yaitu untuk medium PDA sebanyak 1 koloni dan medium NA sebanyak 27 koloni dimana terjadi
peningkatan jumlah mikroba hal ini menandakan bahwa pada medium tersebut
terdapat
nutrisi yang merupakan makanan dari mikroba.
Perlakuan
selanjutnya yaitu uji mikroba pada lipatan tangan. Isolasi
mikroorganisme pada hari pertama untuk medium PDA yaitu tidak ada. Untuk medium NA berwarna putih
susu dan memiliki jumlah koloni 2. Bentuk koloni coccus dan bacillus. Sedangkan untuk
medium MEA tidak ditumbuhi oleh mikroba. Sedangkan pada hari ke dua, untuk
medium PDA dan MEA sama sekali tidak ditumbuhi oleh mikroba. Medium NA mengalami peningkatan jumlah koloni menjadi 4 koloni. Hal ini menandakan bahwa mikroba fungi (kapang dan
khamir) tidak terdapat pada
sampel lipatan tangan yang digunakan
atau bisa saja mediumnya yang kurang baik (tidak normal)
sehingga tidak ada mikroba yang tumbuh, bisa juga karena kesalahan yang terjadi selama proses kegiatan (tidak
sesuai prosedur).
Untuk uji mikroba pada mulut dilakukan dengan
meniupkan udara dari mulut pada cawan petri yang telah dituangkan medium, baik
medium NA, maupun medium MEA. Hal ini bertujuan untuk mengetahui mikroba yang
terdapat didalam mulut. Setelah itu, medium disimpan di dalam inkubator pada
suhu 30oC dan akan diamati selama 2 hari. Isolasi mikroorganisme
pada hari pertama (1 x 24 jam) untuk
medium NA dan MEA, pada hari pertama untuk medium NA belum ditumbuhi oleh
mikroba, sedangkan untuk medium MEA ditumbuhi mikroba sebanyak 1 koloni
berwarna putih susu. Sedangkan pada hari ke-2 mengalami peningkatan jumlah
mikroba, pada medium NA ditumbuhi oleh
satu mikroba saja yang berjenis bakteri, dan pada medium MEA jumlah mikroba
bertambah menjadi 2 koloni.
Selanjutnya,
dilakukan uji mikroba pada kulit kepala. Untuk medium MEA jumlah koloninya
tidak ada, Hal ini menandakan bahwa mikroba khamir tidak terdapat di permukaan
kulit kepala, atau bisa saja mediumnya yang kurang baik (tidak normal) sehingga
tidak ada mikroba yang tumbuh, bisa juga karena kesalahan yang terjadi selama
proses kegiatan (tidak sesuai prosedur). Pada medium NA ditumbuhi
mikroba berjumlah tak terhingga yang warna dan bentuknya belum jelas. Sedangkan untuk hari ke dua, jumlah mikroba pada medium
MEA ditumuhi oleh mikroba sebanyak 4 koloni sedangkan pada medium NA masih tetap
seperti pada hari pertama,
hal ini menandakan bahwa pada medium ini terdapat banyak nutrisi dan dapat
disimpulkan bahwa mikroba yang paling banyak terdapat yaitu pada kulit kepala
yaitu pada medium NA (Nutrien Agar).
Selanjutnya
dilakukan
uji mikroba pada permukaan kulit. Medium yang digunakan sebagai tempat
pengembang biakkan adalah PDA, NA. Kedua medium ini dituangkan ke dalam cawan petri. Setelah itu mengoleskan swap pada permukaan kulit. Setelah itu,
melakukan penggoresan dengan cara gerakan zig-zag pada permukaan masing-masing medium.
Hari pertama, pada medium PDA belum ditumbuhi oleh mikroba.
Pada medium NA jumlah koloni mikroba adalah 1 koloni. Pada cawan petri,
terlihat mikroba berfilamen. Mikroba tersebut berwarna putih kecokelatan dan
bagian pinggirnya bergerigi. Pada hari kedua, pada medium PDA juga tidak
ditumbuhi mikrob sama sekali. Pada medium NA, jumlah koloni mikroba tetap
seperti pada hari pertama. Hal ini menandakan tidak terjadi pertumbuhan mikroba
pada medium dikarenakan mikoba kekurangan nutrisi.
Pertumbuhan mikroba
dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain faktor nuktrisi juga dipengaruhi oleh
faktor suhu. Berdasarkan kisaran suhunya, bakteri diklasifikasikan menjadi
beberapa kelompok, salah satunya yaitu kelompok bakteri mesofil, yaitu bakteri
yang hidup di daerah suhu antara 15° – 55 °C, dengan suhu optimum 25° –
40 °C. Bakteri-bakteri yang kami uji dalam percobaan ini tergolong dalam
kelompok ini. Sedangkan untuk pertumbuhan kapang, suhu yang diperlukan berkisar
16° - 28 °C, dengan suhu optimum 20° – 25 °C. Untuk kapang memiliki
suhu pertumbuhan optimal yaitu 25°– 30 °C, dengan suhu maksimal 35° – 47 °C.
Selain suhu pertumbuhan miroba dipengaruhi juga oleh pH (keasaman). Bakteri
dapat tumbuh baik pada medium yang memiliki pH sekitar 7,2-7,6 karena pada
kadar pH tersebut banyak mengandung protein. Sedangkan fungi (kapang dan
khamir) lebih menyukai suasana asam pH 5,2-5,8 karena pada kadar pH yang asam
banyak terdapat karbohidrat yang cukup sebagai sumber makanannya.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut:
1. Uji
sanitasi lingkungan adalah pengujian atau metode yang digunakan untuk mengamati
tingkat pertumbuhan yang ada pada sekitar lingkungan.
2. Jenis
mikroba yang tumbuh pada NA yaitu bakteri yang bentuknya coccus dan bacillus
yang berwarna putih susu dan putih kecokelataan. Dimana jumlah koloni
bakterinya semakin bertambah. Sedangkan pada PDA yang tumbuh adalah kapang yang
berwarna putih, bentuk morfologinya bulat dan memanjang serta terdapat hifa.
Dimana jumlah koloninya semakin bertambah. Dan pada MEA terdapat mikroba jenis
khamir yang jumlahnya semakin bertambah dan warnanya tidak jelas .
3. Faktor
lingkungan sangat penting dalam usaha pengendalian kegiatan mikroba baik untuk
kepentingan proses maupun pengendalian.
B. Saran
Pada percobaan ini saya
menyarankan agar pada praktikum selanjutnya praktikan didampingi saat mengamati
mikroba yang tumbuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Bonang,
1982, Biologi Dasar, Erlangga,
Jakarta.
Dwidjoseputro,
D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Malang.
Lay, Bibiana, W., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Tim
Dosen Mikrobiologi, 2012, Penuntun
Praktikum Mikrobiologi, Universitas Tadulako, Palu.
Pelczar,
1988, Biology for university, Addison
Wesley, Massachustes.
Volk, Wesley, A., Margaret F.
Whleer, 1998, Mikrobiologi Dasar,
Erlangga, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar